UTS Metode Penelitian Hukum

UTS Metode Penelitian Hukum

 

Dosen :

Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.

 

 


 

 


Disusun Oleh :

Muhammad Orie Anantama

STB : 3985

 

 

TEKNIK PEMASYARAKATAN A

POLITEKNIK ILMU PEMASYARAKATAN

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAM

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

2022




Jurnal 1

Reviewer

Muhammad Orie Anantama (STB 3985 / No.Absen 48)

Dosen Pembimbing

Bapak Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.

Judul

ANALISIS HUKUM PIDANA TERHADAP KEJAHATAN PENELANTARAN ANAK OLEH ORANG TUA MENURUT UNDANG UNDANG  NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

Penulis

Warsiman, Jumiati, Rika Andriani , Indra Guawan Purba

Jurnal

JURNAL NORMATIF

Volume & Tahun

Vol 2 No 1 - Juni 2022

Link Artikel Jurnal

https://jurnal.alazhar-university.ac.id/index.php/normatif/article/view/169

 

Pendahuluan / Latar Belakang

Jurnal yang berjudul “ANALISIS HUKUM PIDANA TERHADAP KEJAHATAN PENELANTARAN ANAK OLEH ORANG TUA MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR. 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK” ini langsung menuju ke topik bahasan yang akan dibahas oleh penulis, sehingga pembaca semakin mudah untuk memahami jurnal ini.

Pengantar pada jurnal inipeneliti lebih banyak menyoroti Undang Nomor 39 Tahun 1999 menyebutkan bahwa kelompok rentan adalah orang tua, anakanak, orang miskin, dan orang cacat meningkat. Orang dewasa, apakah mereka orang tua atau keluarga dekat mereka. Terdapat empat tipe utama kekerasan pada anak (child abuse) yaitu kekerasan fisik, seksual, psikis dan penelantaran. Adapun kedudukan anak yang diatur dalam Undang Undang Perlindungan Anak adalah sebagai berikut: 1. Identitas Anak Menurut Pasal 27 Undang Undang   Nomor 23 Tahun 2002, setiap anak harus diberikan identitas diri sejak lahirnya yang dituangkan dalam akta kelahiran. Akta kelahiran dibuat berdasarkan surat keterangan dari orang yang menyaksikan dan/atau membantu kelahiran. 2. Anak yang dilahirkan dari Perkawinan Campuran (Pasal 29) Dalam hal perkawinan antara warga negara Republik Indonesia dengan orang asing, anak yang lahir dari perkawinan tersebut berhak memperoleh kewarganegaraan dari ayah atau ibunya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Bahkan jika bercerai dari perkawinan campuran, anak berhak untuk memilih atau membesarkan salah satu dari4.444 orang tua atas perintah pengadilan. Dalam hal perceraian sebagaimana tersebut di atas, jika anak tidak dapat dipilih dan ibunya adalah warga negara Republik Indonesia, maka pemerintah berkewajiban untuk mengatur status kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak tersebut. Kepentingan terbaik bagi anak. Untuk menjamin hak hidup anak, hukum pidana mengatur tentang penelantaran anak. Tindak pidana penelantaran anak diatur dalam KUHP No. XV BUKU II.

Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian

Konsep dan teori permasalahan dalam penelitian ini adalah hak asasi manusia sebagai manusia harus dilindungi. Hak anak adalah hak asasi manusia yang diatur dalam UUD 1945. Ordonansi Perlindungan Anak adalah UU No. 35 Tahun 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui bahwa orang tua berkewajiban memelihara dan memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya dan tidak melepaskan kehendak anak-anaknya. Pasal 13 (1) Undang Undang Perlindungan Anak menyatakan bahwa semua anak berhak atas perlindungan dan perlakuan selama mengasuh orang tua, wali, atau orang lain dan mereka yang bertanggung jawab atas pengasuhan mereka. Diskriminasi, eksploitasi ekonomi dan seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan pelanggaran lainnya

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah deskriptif dan analitik. Artinya, sebuah penelitian yang menjelaskan dan menjelaskan persoalanpersoalan terkait penelantaran anak akibat perceraian di Indonesia. Pendekatan hukum normatif merupakan kajian konseptual tentang makna dan tujuan berbagai Undang Undang perlindungan anak dalam negeri berdasarkan agama, hak asasi manusia, dan hukum yang berlaku di Indonesia.

Obyek Penelitian

Penelitian sistematika hukum. Pembentukan panitia perlindungan anak, sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat 35 Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014, dalam rangka meningkatkan efektivitas pemantauan pelaksanaan hak anak, menurut Undang Undang ini, Anak yang mandiri dibentuk panitia perlindungan, Pasal 76 mengatur bahwa panitia perlindungan anak menjamin perlindungan anak korban kekerasan dalam rumah tangga sejak proses penyidikan di kantor polisi hingga selesai di pengadilan. Secara normatif KUHP mengatur mengenai sanksi bagi orang tua yang menelantarkan anak tetapi mengenai perlindungan terhadap hak-hak asasi anak tersebut belum diatur secara jelas.

Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yakni pendekatan perundang-undangan yang menelaah Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa anak adalah amanat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki harkat dan martabat sebagai manusia yang sempurna. Selain itu, anak memiliki sifat dan karakteristik khusus yang mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa, berperan strategis, dan menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, tunas, kemungkinan, dan generasi muda menuju masa depan yang aman. Selain anak sebagai pewaris negara, anak juga merupakan orang nomor 1 dalam undang-undang. Pasal 74 Undang Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak yang menyatakan bahwa dalam meningkatkan efektivitas penyelenggaran perlindungan anak, dibentuk komisi perlindungan anak yang bersifat independen dan pemerintahan daerah dapat membentuk komisi perlindungan anak daerah atau lembaga lainnya yang sejenis.

Jenis dan Sumber Data Penelitiannya

Penelitian memanfaatkan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yaitu Undang Undang  Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, bahan hukum sekunder berupa buku hukum, jurnal ilmiah hukum dan berita media massa

Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data

Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka yakni pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan telah dipublikasikan secara luas, selanjutnya data diolah secara sistematis dan dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan melakukan penafsiran sehingga diperoleh kejelasan dan hubungannya antara satu dengan yang lainnya.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa anak adalah amanat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki harkat dan martabat sebagai manusia yang sempurna. Selain itu, anak memiliki sifat dan karakteristik khusus yang mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa, berperan strategis, dan menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, tunas, kemungkinan, dan generasi muda menuju masa depan yang aman. Selain anak sebagai pewaris negara, anak juga merupakan orang nomor 1 dalam undang-undang. Pasal 74 Undang Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak yang menyatakan bahwa dalam meningkatkan efektivitas penyelenggaran perlindungan anak, dibentuk komisi perlindungan anak yang bersifat independen dan pemerintahan daerah dapat membentuk komisi perlindungan anak daerah atau lembaga lainnya yang sejenis.

Pasal 35, 1, dan 6 UU 2014 menyebutkan bahwa anak terlantar adalah anak yang belum terpenuhi kebutuhan fisik, mental, mental, dan sosialnya. Pengabaian anak adalah ketika orang dewasa, orang tua, atau wali (tidak dapat mendaftarkan anak di sekolah) dan perawatan medis (kesehatan, kebersihan, pengobatan, atau pemeriksaan medis). Diperkirakan sekitar 3,5 juta anak terlantar terjebak dalam kelompok yatim piatu di Indonesia, beberapa di antaranya dijangkau oleh layanan sosial.

Pada dasarnya tidak ada celah, ruang atau alasan untuk memenuhi kewajiban dan tanggung jawab orang tua sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 23, Pasal 26, Ayat 1 Tahun 2002, diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perlindungan anak Pasal 26 (1) Orang tua memiliki kewajiban dan tanggung jawab: a) Memberikan perawatan, pemeliharaan, pengasuhan dan perlindungan anak-anak mereka. b) Anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya. c) Mencegah terjadinya perkawinan anak. Ketentuan substantif pasal di atas adalah isi Pasal 41 sebagai salah satu asas Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menjelaskan akibat putusnya perkawinan karena perceraian jika perkawinan itu menghasilkan. Bagi yang sudah menikah memiliki anak dan keturunan.

Kelebihan dan Kekurangan serta Saran

Abstrak yang ditulis cukup menyeluruh dan mudah dipahami oleh pembaca. Penulis seharusnya lebih mengembangkan materinya lagi sehingga wawasan kita pun ikut bertambah. Sarannya adalah Hukum positif di Indonesia, Undang Undang  Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, menyatakan bahwa kewajiban ayah terhadap anak didahulukan dari pada ayah, tetapi jika ayah ternyata tidak mampu, maka ibu juga harus menanggung beban biaya dalam Undang Undang No. 23 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 35 Tahun 2014, agar hal tersebut dapat diimplementasikan secara nyata.

 


Jurnal 2

Reviewer

Muhammad Orie Anantama (STB.3985 / No.Absen 48)

Dosen Pembimbing

Bapak Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.

Judul

ANALISIS YURIDIS TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEMALSUAN AKTA OTENTIK YANG DILAKUKAN NOTARIS (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI CILACAP NOMOR 44/PID.B/2021/PN.CLP)

Penulis

Muhammad Adlan Nasution , Rosnidar Sembiring , Mahmud Mulyadi , Suprayitno

Jurnal

JURNAL NORMATIF

Volume & Tahun

Vol 2 No 1 - Juni 2022

Link Artikel Jurnal

https://jurnal.alazhar-university.ac.id/index.php/normatif/article/view/166

 

Pendahuluan / Latar Belakang

Jurnal yang berjudul “ANALISIS YURIDIS TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEMALSUAN AKTA OTENTIK YANG DILAKUKAN NOTARIS (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI CILACAP NOMOR 44/PID.B/2021/PN.CLP)” ini langsung menuju ke topik bahasan yang akan dibahas oleh penulis, sehingga pembaca semakin mudah untuk memahami jurnal ini.

Masyarakat yang membutuhkan notaris/PPAT yang handal dan terpercaya yang tanda tangan dan semua stempelnya menjamin bukti kepatuhan otentik. Notaris/PPAT adalah ahli yang tidak memihak dan tidak ada salahnya membuat suatu akta otentik yang dapat melindunginya di kemudian hari. Jabatan Notaris/PPAT tidak dijabat di badan yudikatif, administratif atau legislatif. Notaris/PPAT diharapkan memegang posisi netral, sehingga jika ditempatkan di antara salah satu dari ketiga lembaga negara tersebut, maka notaris tidak lagi dianggap netral. Jabatan Notaris/PPAT diciptakan untuk kebutuhan masyarakat, bukan jabatan yang dibuat khusus untuk kemudian disosialisasikan kepada masyarakat umum. Notaris sebagai pejabat publik berwenang untuk membuat suatu akta yang mengandung kebenaran formil menurut pihak-pihak yang telah diberitahukan kepada Notaris. Menurut Sabkiti, “suatu perbuatan adalah suatu tulisan yang dibuat untuk membuktikan sesuatu atau suatu peristiwa, sehingga suatu perbuatan harus selalu ditandatangani”. Sedangkan menurut Sudikno Martokusumo, “yang disebut akta adalah surat yang ditandatangani yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak/perikatan yang dibuat khusus sejak permulaan persidangan. “Agar akta notaris dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam suatu sengketa hukum yang digunakan sebagai alat untuk mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, sehingga dapat dijadikan sebagai alat bukti. Contoh kasus Pengadilan Negeri Cilacap No. 44/Pid.B/2021/PN.Clp yang sering menangani pemalsuan akta otentik dalam dunia kenotariatan antara lain adalah Kehati-hatian Notaris dalam melakukan perbuatan berwibawa. dapat mengakibatkan pemberhentian notaris. Seseorang yang ditugaskan untuk mengambil tindakan hukum karena kurangnya pencegahan atau pencegahan lengkap, notaris telah mencantumkan identitasnya dalam berita acara persidanga.

Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian

Konsep permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pemalsuan akta otentik yang dilakukan notaris studi putusan pengadilan negeri cilacap nomor 44/pid.b/2021/PN.Clp?.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi asas-asas atau asas-asas hukum, berikut ini yang merupakan hal-hal yang paling mendasar dalam hukum. Hasil penelitian adalah bahwa melakukan suatu kejahatan atau melakukan suatu kejahatan yang berhubungan dengan suatu kejahatan berarti adanya rangsangan dalam diri pelakunya.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hukum Normal. Penelitian forensik standar adalah metode penelitian forensik yang dilakukan dengan memeriksa bahan pustaka atau data sekunder. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi asas atau asas hukum, yaitu hal yang paling mendasar dalam hukum yang harus diikuti.

Obyek Penelitian

Penelitian asas-asas hukum. Sebagai pejabat dalam pemerintah, Notaris mempunyai peran yang sangat penting untuk mengambil tindakan otoritatif dan untuk diidentifikasi tindak pidana. Untuk proses pidana, notaris bertanggung jawab secara pidana, mulai dari penyidikan, penyidikan, sampai persidangan dalam perkara dan pelaksanaan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Tindak pidana dan/atau pemalsuan surat dan pemalsuan tanda tangan diatur dalam Pasal 263 KUHP dan termasuk dalam Delik Dolce atau delik yang mengandung unsur kesengajaan. Disengaja berarti menyetujui dan mengetahui apa yang Anda lakukan. Terdakwa dapat dinyatakan bersalah atas kejahatan yang didakwakan kepadanya. Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan bentuk dakwaan alternatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 264 ayat (1) 1 KUHP atau melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP. Tuntutan penuntut umum berupa pengganti, maka majelis hakim memilih dan kemudian mempertimbangkan dakwaan menurut fakta hukum yang terbukti dalam perkara, yakni pertama dalam Pasal 264 ayat (1) 1 KUHP. Kesalahan, Perbuatan terdakwa merugikan korban. Kerugiannya adalah terdakwa berperilaku sopan di pengadilan. Terdakwa tidak pernah dinyatakan bersalah. Karena terdakwa secara sah dan dipidana melakukan tindak pidana serta dipidana karena melakukan tindak pidana, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf I dan Pasal 222 ayat (1) KUHP, maka terdakwa akan dipidana. dibebani dengan pembayaran biaya perkara yang besarnya akan ditentukan dalam putusan.

Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yakni pendekatan kasus yang menelaah kasus tindak pidana pemalsuan akta otentik terhadap notaris/PPAT pada putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor 44/PID.B/2021/PN.CLP), Dalam hal terjadi tindak pidana terhadap notaris/PPAT, dalam tindak pidana pembuktian kesalahan alat otentik, notaris/PPAT harus menerapkan unsurunsur yang terdapat dalam Pasal 263 ayat (1). Bacaan KUHP: Surat palsu atau palsu yang dapat menimbulkan pelepasan hak, perjanjian, atau hutang, atau yang dapat digunakan sebagai alat bukti atau untuk pembuktian sesuatu Yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai barang bukti Orang lain adalah diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun jika menggunakan surat tersebut seolah-olah isinya asli dan tidak palsu.

Jenis dan Sumber Data Penelitiannya

Penelitian memanfaatkan bahan hukum primer berupa putusan pengadilan Negeri Cilacap Nomor 44/PID.B/2021/PN.CLP), dan bahan hukum sekunder berupa KUHP, KUHPer dan buku/jurnal hukum dan pandangan/doktrin ahli hukum lainnya.

Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data

Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka yang mengkaji informasi tertulis mengenai hukum dari berbagai sumber, dipublikasikan secara luas dan diolah secara deskriptif dengan analisis yuridis kualitatif

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Sebagai pejabat dalam pemerintah, Notaris mempunyai peran yang sangat penting untuk mengambil tindakan otoritatif dan untuk diidentifikasi tindak pidana. Untuk proses pidana, notaris bertanggung jawab secara pidana, mulai dari penyidikan, penyidikan, sampai persidangan dalam perkara dan pelaksanaan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Tindak pidana dan/atau pemalsuan surat dan pemalsuan tanda tangan diatur dalam Pasal 263 KUHP dan termasuk dalam Delik Dolce atau delik yang mengandung unsur kesengajaan. Disengaja berarti menyetujui dan mengetahui apa yang Anda lakukan. Sebagai pejabat pemerintah, notaris (open bar ambitinar) yang diberi wewenang untuk membuat suatu proses otoritatif dapat bertanggung jawab untuk melaksanakan tugasnya dalam membuat suatu akta. Salah satu tanggung jawab notaris adalah pertanggungjawaban pidana atas pekerjaan yang telah dilakukannya. Jika notaris melakukan tindak pidana pemalsuan dalam suatu perbuatan kekuasaan, pertanggungjawaban pidana terhadap notaris diatur dalam KUHP. Notaris yang masih memenuhi persyaratan tersebut berhak untuk dimintai pertanggungjawaban.

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Cilacap No. 44/Pid.B/2021/PN.Clp yang memutus perkara pidana dengan acara Bahwa benar kejadian tersebut terjadi pada hari Kamis tanggal 12 Desember 2013 di kantor terdakwa Somanto Adi selaku Notaris/PPAT yang beralamat Jl. Koleksi Kerajaan No. 101 Kecamatan Pemglang Adipala, Kabupaten Tanjung Silla. Terdakwa dapat dinyatakan bersalah atas kejahatan yang didakwakan kepadanya. Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan bentuk dakwaan alternatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 264 ayat (1) KUHP atau melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP. Tuntutan penuntut umum berupa pengganti, maka majelis hakim memilih dan kemudian mempertimbangkan dakwaan menurut fakta hukum yang terbukti dalam perkara, yakni pertama dalam Pasal 264 ayat (1) KUHP. Kesalahan, Perbuatan terdakwa merugikan korban. Kerugiannya adalah terdakwa berperilaku sopan di pengadilan. Terdakwa tidak pernah dinyatakan bersalah. Karena terdakwa secara sah dan dipidana melakukan tindak pidana serta dipidana karena melakukan tindak pidana, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf I dan Pasal 222 ayat (1) KUHP, maka terdakwa akan dipidana. dibebani dengan pembayaran biaya perkara yang besarnya akan ditentukan dalam putusan.

Kelebihan dan Kekurangan serta Saran

Teori dan model analisisnya sudah tepat tetapi Penulis seharusnya lebih mengembangkan materinya lagi sehingga wawasan kita pun ikut bertambah. Sarannya adalah apabila terdakwa tidak pernah dinyatakan bersalah. Karena terdakwa secara sah dan dipidana melakukan tindak pidana serta dipidana karena melakukan tindak pidana, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf I dan Pasal 222 ayat (1) KUHP, maka terdakwa akan dipidana. dibebani dengan pembayaran biaya perkara yang besarnya akan ditentukan dalam putusan.

 


Jurnal 3

Reviewer

Muhammad Orie Anantama (STB.3985 / No.Absen 48)

Dosen Pembimbing

Bapak Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.

Judul

KAJIAN HUKUM PROGRESIF TERHADAP FUNGSI PEMASYARAKATAN DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMASYARAKATAN

Penulis

Markus Marselinus Soge dan Rikson Sitorus

Jurnal

Hukum dan Perundang-Undangan

Volume & Tahun

Vol 2 No 2 - Agustus 2022

Link Artikel Jurnal

http://ejournal.iain-tulungagung.ac.id/index.php/legacy/article/view/6306

 

Pendahuluan / Latar Belakang

Jurnal yang berjudul “KAJIAN HUKUM PROGRESIF TERHADAP FUNGSI PEMASYARAKATAN DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMASYARAKATAN” ini langsung menuju ke topik bahasan yang akan dibahas oleh penulis, sehingga pembaca semakin mudah untuk memahami jurnal ini.

Pengantar pada jurnal ini peneliti lebih banyak menyoroti UU No.12 hari 1995 sampai saat ini yang mencapai 27 tahun, dan perkembangan situasi dimana Pemasyarakatan bukan hanya menangani pembinaan dan pembimbingan kepada warga binaan pemasyarakatan namun juga mengelola tahanan dan Rutan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 19999, maka Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah membahas dan kemudian menyepakati untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan pada tanggal 7 Juli 2022 yang lalu. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat bagian dalam majelis paripurna ke-28 masa persidangan V tahun sidang 2021-2022 di Gedung Nusantara DPR menyampaikan bahwa Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan dibentuk untuk mengakomodir sirperkembangan hukum dengan adanya pergeseran konsep perlakuan terhadap narapidana dari pendekatan penjeraan menjadi tujuan reintegrasi sosial dengan menitikberatkan terciptanya keadilan, keseimbangan, pemulihan hubungan, perlindungan hukum, dan jaminan terhadap hak tahanan, anak, narapidana, dan anak binaan.10 Menanggapi pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan, Menteri Hukum dan HAM menyampaikan bahwa Pemasyarakatan merupakan salah satu bagian penting dari sistem peradilan pidana terpadu, yang mengintegrasikan penyelenggaraan penegakan hukum mencakup perlakuan terhadap Tahanan, Anak, dan Warga Binaan dalam tahap pra-adjudikasi, adjudikasi, dan pasca adjudikasi. Undang-Undang ini dibentuk untuk memperkuat Sistem Pemasyarakatan di Indonesia yang dengan UU No.12 Tahun 1995 telah menganut konsep reintegrasi sosial sebagai pengganti dari konsep pembalasan dan penjeraan.

Pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan menggantikan UU No.12 Tahun 1995 yang mengatur fungsi Pemasyarakatan lebih progresif menarik untuk dikaji dari pandangan hukum Progresif, sehingga peneliti mengangkat permasalahan penelitian ini yaitu bagaimana kajian hukum Progresif terhadap fungsi Pemasyarakatan dalam Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan

Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian

Konsep dan teori permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kajian hukum Progresif terhadap fungsi Pemasyarakatan dalam Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan, Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan yang baru disahkan menyiratkan adanya pengaturan yang lebih luas akan fungsi Pemasyarakatan daripada pengaturan yang sebelumnya dalam UU No.12 Tahun 1995 sehingga merupakan pengaturan yang bersifat lebih progresif. Arti kata progresif menurut kamus adalah ke arah kemajuan atau ke arah perbaikan keadaan sekarang. Dalam konteks hukum, terdapat pandangan dari ahli hukum Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH. mengenai hukum Progresif. Deni Nuryadi menyampaikan bahwa hukum progresif menuntut keberanian aparat hukum menafsirkan pasal untuk memperadabkan bangsa, menjalankan hukum tidak hanya sekedar kata-kata hitam putih dari peraturan melainkan menurut semangat dan makna lebih dalam dari undang-undang atau hukum dalam arti luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kajian hukum progresif terhadap fungsi pemasyarakatan dalam RUU Pemasyarakatan

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yakni penelitian hukum normatif yang meneliti dan mengkaji hukum sebagai norma, aturan, asas atau prinsip hukum, doktrin atau teori hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang diteliti.

Obyek Penelitian

Penelitian asas-asas hukum. Bagaimana kajian hukum progresif terhadap fungsi Pemasyarakatan dalam Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan.

Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yakni pendekatan perundang-undangan yang menelaah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan isu hukum yang sedang dibahas khususnya UU No.12 Tahun 1995, dan pendekatan konseptual yang beranjak dari pandangan dan doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum khususnya pandangan hukum Progresif

Jenis dan Sumber Data Penelitiannya

Penelitian memanfaatkan data sekunder berupa bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan dan dokumen resmi negara/pemerintah khususnya UU No.12 Tahun 1995 dan Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan. Selain bahan hukum primer, penelitian memanfaatkan bahan hukum sekunder yaitu buku/jurnal hukum dan pandangan/doktrin ahli hukum mengenai hukum Progresif.

Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data

Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka yakni pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan telah dipublikasikan secara luas, selanjutnya data diolah secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif dengan melakukan penafsiran sehingga diperoleh kejelasan dan hubungannya antara satu dengan yang lainnya.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Esensi hukum Progresif berawal dari sikap dan perilaku manusia yang diimbangi dengan harapan tentang nilai moral dan kecerdasan spiritual. Pencarian makna lebih dalam hendaknya menjadi ukuran baru dalam menjalankan hukum dan bernegara hukum dimana semua didorong untuk selalu bertanya kepada hati nurani tentang makna hukum lebih dalam. Hukum hendaknya dijalankan tidak menurut prinsip logika saja, tetapi dengan perasaan, dan kepedulian. Hukum harus terus menerus mengganti dan membebaskan hukum yang tidak mampu melayani lingkungan yang selalu berubah. Sistem hukum tidak kunjung menjadi progresif apabila tidak memiliki badan pembuat undang-undang yang progresif. Hukum progresif menghendaki cara berhukum yang aktif mencari dan menemukan sesuatu yang baru. Hukum progresif sangat setuju dengan pikiran-pikiran yang inovatif dalam hukum untuk menembus kebuntuan dan kemandekan.

UU No.12 Tahun 1995 secara tegas mendefinisikan istilah Pemasyarakatan sebagai ‘Kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Ini dapat ditafsirkan bahwa Pemasyarakatan sebatas kegiatan pembinaan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan yakni Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan saja. Fungsi dari Pemasyarakatan menurut UU No. 12 Tahun 1995 adalah menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab. Ini dapat ditafsirkan bahwa Pemasyarakatan mengemban fungsi reintegrasi sosial dimana Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan dapat diterima kembali sebagai anggota masyarakat seperti semula.

Sedangkan fungsi dari Pemasyarakatan menurut Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan meliputi Pelayanan, Pembinaan, Pembimbingan Kemasyarakatan, Perawatan, Pengamanan, dan Pengamatan. Pelayanan diartikan sebagai kegiatan yang diselenggarakan untuk memberikan pelindungan dan pemenuhan hak bagi Tahanan dan Anak pada proses peradilan.  Pembinaan diartikan sebagai kegiatan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kualitas kepribadian dan kemandirian Narapidana dan Anak Binaan.  Pembimbingan Kemasyarakatan diartikan sebagai kegiatan yang diselenggarakan guna pendampingan Klien di dalam dan di luar proses peradilan pidana serta mempersiapkan Klien untuk proses reintegrasi sosial.  Perawatan diartikan sebagai kegiatan yang diselenggarakan untuk mendukung terjaganya kondisi fisik dan psikologis Tahanan, Anak, Narapidana, dan Anak Binaan.  Pengamanan diartikan sebagai segala bentuk kegiatan dalam rangka melakukan pencegahan, penindakan, dan pemulihan gangguan keamanan dan ketertiban yang diselenggarakan untuk menciptakan kondisi yang aman dan tertib di Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan. Fungsi Pemasyarakatan dalam Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan sedemikian lengkap lebih dari sekedar menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat melakukan integrasi secara sehat dengan masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab atau reintegrasi sosial. Tetapi juga melindungi dan memenuhi hak Tahanan dan Anak, meningkatkan kualitas kepribadian dan kemandirian Narapidana dan Anak Binaan, mendukung terjaganya kondisi fisik dan psikologis Tahanan, Anak, Narapidana, dan Anak Binaan, melakukan pencegahan, penindakan, penegakan disiplin dan pemulihan gangguan keamanan dan ketertiban.

Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan mendefinisikan istilah Pemasyarakatan sebagai ‘Subsistem peradilan pidana yang menyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap Tahanan, Anak, dan Warga Binaan’. Jelas bahwa Pemasyarakatan di masa mendatang bukan hanya untuk Warga Binaan Pemasyarakatan yang meliputi Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan tetapi juga para Tahanan, RUU PAS telah bergerak lebih maju ke arah perbaikan dengan lingkup yang lebih luas karena Pemasyarakatan bukan lagi sebatas kegiatan pembinaan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan saja, tetapi menjadi penyelenggaraan penegakan hukum dalam perlakuan terhadap Tahanan, Anak dan Warga Binaan, RUU PAS telah mengantisipasi hambatan hukum tertulis dalam kondisi praktek Pemasyarakatan di lapangan melalui dukungan kegiatan intelijen pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh Petugas Pemasyarakatan, penggunaan sistem teknologi informasi Pemasyarakatan, menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, pelaksanaan pengawasan secara internal oleh Menteri/pimpinan lembaga dan secara eksternal oleh Komisi di Dewan Perwakilan Rakyat RI, serta kerja sama, bantuan dan peran serta berbagai pihak dalam rangka pelaksanaan tugas Pemasyarakatan yang kegiatannya sesuai dengan penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan, dan RUU PAS memberikan perhatian yang sangat bersar kepada Tahanan, Anak, dan Warga Binaan dengan adanya Pelayanan, Pembinaan, Pembimbingan Kemasyarakatan, Perawatan, Pengamanan, Pengamatan.

 

Kelebihan dan Kekurangan serta Saran

Teori dan model analisis yang digunakan sangat tepat. Abstrak yang ditulis cukup menyeluruh dan mudah dipahami oleh pembaca. Penulis detail dalam memberikan metode penelitian dan hasil yang didapat dalam melakukan penelitiannya. Penggunaan bahasa dan analisis yang dilakukan oleh penulis sangat mudah dipahami. Penulis seharusnya lebih mengembangkan materinya tidak hanya di satu konsep saja sehingga wawasan kita pun ikut bertambah. Sarannya adalah agar Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum Dan HAM dapat mensosialisasikan Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan yang sudah disahkan pada tanggal 7 Juli 2022 lalu kepada masyarakat luas baik di lingkungan akademik kampus maupun para penegak hukum dalam lingkungan Sistem Peradilan Pidana.

 

Komentar